Marifah Al-Ghazali

A. Ma’rifah Al-Ghazali
Semasa muda Al-Ghazali suka membuat sensasi mengajar jabatan dan bangga diri

Tokoh yang kelak disebut Hujjatul Islam itu memang menganggap dirinya Saib Al-Risalah (pengemban misi suci) yang bertugas membangun dan menghidupkan kembali ruh agama. Ia menghantam habis setiap yang membahayakan akidah dan keimanan. Termasuk filsafat. Tapi, menjelang usia tua, ia menjadi seorang sufi setelah lama menuntut ilmu untuk kepentingan jabatan, ia berubah menjadi penuntut ilmu untuk yang selain Allah tetapi ilmu sendiri menolak kecuali untuk Allah, katanya.
1) Masa Al-Ghazali
Al-ghazali hidup semasa kacau dan situasi genting, saat peranan sunnah menyusut. Pertentangan antar golongansemakinmenjadi-jadi dan gerakan bathini (kebatinan) semakin leluasa. Sementara itu golongan syi’ah telah menguasai kota Bagdad yang dipimpin Thughr Al-Bughd. Kekuasaan Thughr meang telah digantikan Bani Saljuk. Tetapi sunnah belum memberikan pengesahan terhadap golongan syi’ah perdana menteri Nidzan Al-Mulk mendirikan beberapa lembaga pendidikan terbesar diantaranya Universitas Nidzamiyah. Nidzam Al-Mulk berusaha menyebarluaskan ilmu-ilmu agama dan filsafat. Para ulama mendapatkan perhatian dan penghargaan tinggi, mereka diangkat menduduki jabatan-jabatan penting di beri penghidupan layak saat itulah Al-Ghazali memainkan peran penting melainkan dalam membela aqidah sunnah dan memerangi ajaran bathini.



2) Kehidupan Al-Ghazali
a. Masa Belajar
Muhammad bin Ahmad Al-ghazali populer dengan panggilan Abu Hamid Al-Ghazali. Al Ghazali lahir di Thus kota ecil di Iran. Ayahnya mati ketika ia masih kecil, sebelum mati ayahnya menitipkan kepada sahabatnya, seorang sufi, agar diurus dan dididik bersama adiknya. Pesan ayahnya jika bekal yang diberikan habis ia berharap kedua anaknya hidup mandiri dengan jalan mengajar.
Al-Ghazali masuk sekolah Ahmad Al-Razkani di Thus.. disini ia belajar ilmu fiqh secara luas, semangatnya menuntut ilmu tinggi. Ia pun pergi ke Naisabur menuntut ilmu lebih kuas. Disana dia belajar ilmu mantik (logika) dan ilmu kalam (teologi). Ia mempunyai kecerdasan tinggi karena pandaimenggunakan logika, kemampuannya mengusai ilmu dan diskusi ilmiah diakui oleh teman-temannya.
b. Masa mengajar
Ketika Al-Juwayni meninggal, Al-Ghazali pergi ke Muaskas. Disini ia bertemu Wazir (Perdana Menteri) Nidzam Al-Mulk, teman belajar. Nidzam Al-Mulk mengetahui kemampuan al-Ghazali dalam berdebat diskusi, karena itu ia diangkat menjadi dosen Universitas Nidzamiyah. Ini dilakukan tanpa bantuan seorang guru, tapi ia bisa memahami seluk beluk filsafat Yunani.
c. Ilmu bertasawuf
Al-Ghazali telah menjabat dosen, tetapi ia mengalami hampa jiwa, yang membuatnya tidak betah di Bagdad. Ia tinggalkan jabatannya dan pindah ke syria mencari ketenangan batin dengan cara berkhalawat dan riyadhah. Ini dilakukan setelah ia mengalami konflik psikis antara kesibukan dunia dan kepentingan akhirat ia melepaskan semua jabatannya agar bisa melaksanakan sholat dan memerangi hawa nafsu. Menurut Dr. Farid Jabbar, kepergian al-Ghazali ke Bagdad didorong oleh kepentingan politik dan agama.
Al-Ghazali sendiri mengemukakan motif mengapa menghindarkan diri dari harta dan tahta, dan mengisahkan perjalannya, tindakannya menjauhkan diri dari orang lain kemudian mengonsentrasikan diri pada ibadah. Dalam menggeluti profesi guru, al-Ghazali tidak mendapatkan kerja, bahkan ia terkecoh dan cinta harta dan tahta. Konflik batin menghantui dirinya. Ketika ia hendak melepaskan profesi mengajar hasrat duniawi menariknya pada jabatan.
“Sementara itu Imam dihati berbisik umurmu sudah semakin tua dan jalan masih terbentang jauh dihadapanmu segala yang kau miliki ilmu maupun amal adalah riya’ dan khayalan belaka.”
Al-Ghazali terjebak dalam kebimbangan terus-menerus antara kebutuhan duniawi dan kepentingan akhirat sedikitnya selama 6 bulan sejak rajab tahun 488 H. Akhirnya Al-Ghazali jatuh sakit sehingga membuat para dokter putus asa mengobatinya. Mereka hanya berkata ini soal batin, tidak ada pegobatan selain dengan membuang perasaan yang menyakitkan.
Al-Ghazali merasa kalau Allah mengabulkan permintaannya. Dia menguatkan hatinya untuk meninggalkan harta, kedudukan dan sanak kerabat. Al-Ghazali meninggalkan Bagdad, pertama ia mengunjungi mekah dan madinah setelah itu syria dan tinggal disana selama 2 tahun. Ia beritikad di menara. Namun akhirnya tiba-tiba muncul kerinduannya pada tanah air, sanak kerabat dan shabatnya ia pun pulang kembali ke Bagdad pada tahun 492 H.

B. Ibn’ Arabi Adalah Seorang Tokoh
Ibn’ Arabi adalah sosok filsuf-Mistikus terkenal yang pernah menggerakan dunia Islam abad ke-12, ide-idenya yang menarik membuat daya tarik yang luar biasa dikalangan pembaca terutama dikalangan muslim tradisional. Namun ide-ide yang pada dasarnya mengilhami banyak dunia, tidak hanya dilingkungan keilmuan Islam tetapi juga dibarat.
1) Ibn ‘Arabi Guru yang agung
Jikalau warisan rohani Suhrawardi sebagian besar tetap tinggal dan terbatas di dunia persia, tetapi tidak dengan Ibn ‘Arabi, pengaruh Ibn ‘Arabi rash dapat dinilai terlalu tinggi. Penafsiran yang tepat bagi pemikiran mistik modern seperti seyyed H. Nasr melihat dalam karya Ibnu Arabi suatu penjelasan yang lengkap tentang apa yang telah dipahami oleh para sufi yang dulu-dulu kenyataannya bahwa ia merupakanseorang mistik yang penuh gairah, terbukti dapat membantu generasi-generasi mendatang yang berkat dia menemukan suatu sistem yang menyeluruh yang telah tersedia.
Para sufi sesudah Ibn ‘Arabi memilij mengikuti jejaknya dan menggunakan peristilahannya. Kita yang datang kemudian juga memanfaatkan berkah orang besar itu (Ibn ‘Arabi) dan belajar banyak dari pedagang-pedagan mistisnya.

2) Ibn ‘Al-Farid Penyair mistik (shabat Ibn Arabi)
Sudah menjadi kelaziman untuk menyebut nama Ibn Arabi sering dengan temannya sezaman Ibn al-Farid dua guru tasawuf Arab yang besar pada abad 13 yang sangat berbeda. Disatu pihak ada kepribadian yang kuat pada kelahiran spanyol (Ibn ‘Arabi) yang menuangkan pengetahuan dan pengalaman mistiknya kedalam beberapa syair dan kedalam karya prosa yangmengalir hampir tanpa habis-habisnya, dilain pihakada penyair cendikiawan yang lemah lembut dari Kairo yang hidup menyendiri,pertama-tama dibukit muqattam dan kemudian selama lima belas tahun di hijaz, akhirnya pulang kembali kekota kelahirannya dan meninggal di sana tahun 1235 lima tahun sebelum Ibn Arabi meninggal di Damaskus.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa Iman Al-Ghazali dan Ibn Arabi adalah seorang guru besar dimana masing-masing dari diri mereka, mereka memiliki kelebihan dan kemampuan yang luar biasa sehingga dapat mengangkat nama dan martabat mereka.
Di samping itu mereka juga tidak hanya menyimpan ilmu yang mereka miliki tetapi juga mereka sebarluaskan kepada khalayak banyak terutama kepada umat Islam.

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa di dalam pembuat makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya, maka dari itu kami berharap kepada teman atau rekan-rekan untuk dapat memberikan kritik dansaran yang sifatnya membangun, sehingga dapat mempermudah kami dalam memperbaikinya.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kami, amin .....
Wassalammu’alaikum Wr. Wb


DAFTAR PUSTAKA

Said Victor Basil. 1990. Al-Ghazali “Mencari Makrifah”. Jakarta : Pustaka Panji Mas.
Schimmel Annemarie. 1986. Dimensi Mistik Dalam Islam. Jakarta : Pustaka Firdaus
Mahmoud Halim Abdul. 1962. Hal Ihwal Tasawuf. Jakarta : Daarul Ihya

Terima kasih atas waktunya untuk membaca Marifah Al-Ghazali ini, dengan harapan semoga artikel Marifah Al-Ghazali ini bermanfaat adanya. Dan mohon maaf jika pada artikel Marifah Al-Ghazali terdapat kesalahan atau kurang memuaskan. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke Wani pada lain kesempatan

Artikel Terkait : Marifah Al-Ghazali » Makalah

No comments: