UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG
PENYIARAN



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG
PENYIARAN

BAB III
PENYELANGGARAAN PENYIARAN
Bagian Keempat
Lembaga Penyiaran Publik
Pasal 15
2) Setiap akhir tahun anggaran, Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa.

Bagian Kelima
Lembaga Penyiaran Swasta
Pasal 20
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran.

Bagian Keenam
Lembaga Penyiaran Komunitas
Pasal 23
1) Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing.
2) Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau siaran komersial lainnya, kecuali layanan iklan masyarakat.
Pasal 24
1) Lembaga Penyiaran Komunitas wajib membuat kode etik dan tata tertib untuk diketahui oleh komunitas dan masyarakat lainnya.
2) Dalam hal terjadi pengaduan dari komunitas atau masyarakat lain terhadap pelanggaran kode etik dan/atau tata tertib, Lembaga Penyiaran Komunitas wajib melakukan tindakan sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku.




Bagian ketujuh
Leembaga Penyiaran Berlangganan
Pasal 26
2) Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga Penyiaran Berlangganan harus:
a. melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan;
b. menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas kanal saluran unutk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta; dan
c. Menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri paling sedikit 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri.

Pasal 27
Lembaga Penyiaran Berlanggananmelalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 (satu) huruf a, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima diwilayah Negara Republik Indonesia;
b. memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi diIndonesia;
c. memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia;
d. memiliki satelit yang mempunyai landing right di Indonesia; dan
e. menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.


Bagian Kesebelas
Perizinan
Pasal 33
7) Lembaga Penyiaran wajib membayar izin penyelenggara penyiaran melalui kas negara.

Pasal 34
5) Izin penyelenggaraan dicabut karena :
a. Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan;
b. Melanggar penggunaan spectrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;
c. Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 ( tiga ) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI;
d. Dipindahtangankan kepada pihak lain;
e. Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau
f. Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

6) Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis masa izin dan tidak diperpanjang kembali.

 pasal 34 ayat ( 5 ) dan ( 6 ) diatas merupakan penerapan sanksi Bestuur Dwang.
 Kewenangan penerapan sanksi tersebut adalah oleh pemerintah dimana lokasi penyelenggaraan penyiaran itu berada.

BAB IV
PELAKSANAAN SIARAN
Bagian Keenam
Ralat Siaran
Pasal 44
1) Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan/atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan, atau menjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau berita.
2) Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada kesempatan pertama serta mendapat perlakuan utama.
3) Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntuan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.


BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 55
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (5) huruf a, huruf c,huruf d, dan huruf f, Pasal 36 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (11), dikenakan sanksi administratif.
2) Sanski administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara mata acara yang dipermasalahkan setelah melalui tahap tertentu;
c. pembatasan durasi dan waktu siaran;
d. denda administratif;
e. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
f. tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran;
g. pencabutan izin penyelenggaraang penyiaran.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi administratif sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.

 Pada pasal 55 ayat (1), (2), dan (3) diatas merupakan penerapan sanksi Bestuur Dwang.
 Kewenangan penerapan sanksi tersebut adalah oleh pemerintah.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60
2) Lembaga Penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini tetap dapat menjalankan fungsinya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun untuk jasa penyiaran radio dan paling lama 3 (tiga) tahun umtuk jasa penyiaran televisi sejak diundangkannya Undang-undang ini.
3) Lembaga Penyiaran yang sudah mempunyai stasioun relai, sebelum diundangkannya Undang-undang ini dan setelah berakhirnya masa penyesuaian, masih dapat menyelenggarakan penyiaran melalui stasiun relainya, sampai dengan berdirinya stasiun lokal yang berjaring dengan Lembaga Penyiaran tersebut dalam batas waktu paling lama 2 (dua) tahun, kecuali ada alasan khusus yang ditetapkan oleh KPI bersama Pemerintah.

 Pada pasal 60 ayat (2), (3) merupakan penerapan keputusan yang menguntungkan, dimana penarikan keputusan tidak dianggap bertentangan dengan hukum dan dapat dibenarkan.
 Kewenangan penerapan sanksi ini adalah oleh Lembaga KPI dan Pemerintah.
UNDANG-UNDANG REPUBLIKA INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI

Pasal 16
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Pasal 18
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.

Pasal 19
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.

Pasal 21
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum.

Pasal 25
(2) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
Pasal 26
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase pendapatan.

Pasal 29
(1) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c, dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.

Pasal 33
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.

Pasal 34
(1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi.
(2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.

BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 4
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.


Pasal 46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.

 Pasal 46 dan 45 diatas masuk kedalam sanksi pencabutan izin dan juga masuk kedalam Bestuur Dwang.
 Kewenangan penerapan sanki tersebut adalah Pemerintah.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG
PENATAAN RUANG
Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Pasal 37
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar,batal demi hukum.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
(7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 39
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pemanfaatan ruang diatur dengan peraturan pemerintah.

 Pasal 35, Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 40 merpakan sanksi Bestuur Dwang.
 Kewenangannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 61
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 62
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif.

Pasal 63
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah.

 Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, dan Pasal 64 diatas masuk kepada penerapan sanksi Bestuur Dwang, Keputusan Yang Menguntungkan, dan denda administratif.
 Kewenangannya dilakukan oleh Pemerintah.



UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN

Pasal 22
(1) Kuasa Pertambangan dapat dibatalkan dengan keputusan Menteri :
a. apabila pemegang kuasa pertambangan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) atau yang ditentukan dalam Keputusan Menteri yangtersebut dalam pasal 15 ayat (3).
b. jikalau pemegang kuasa pertambangan ingkar menjalankan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pihak yang berwajibuntuk kepentingan negara.
(2) Kuasa pertambangan dapat dibatalkan dengan Keputusan Menteri untuk kepentingan Negara.
 Pasal 22 merupakan sanksi penarikan kembali keputusan
Bahwa jika pemegang kuasa pertambangan tidak memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam
pasal 15 ayat (2) atau yang ditentukan dalam Keputusan Menteri yang
tersebut dalam pasal 15 ayat (3).
 Kewenangan penerapan sanksi ini dilakukan dengan keputusan menteri.

Pasal 25
(1) Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di dalam lingkungan daerah kuasa pertambangan maupun di luarnya, dengan tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.
(2) Kerugian yang disebabkan oleh usaha-usaha dari dua pemegang kuasa pertambangan atau lebih, dibebankan kepada mereka bersama.
 Pasal25 diatas masuk kedalam sanksi denda administratif.
Norma: usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak dengan sengaja, maupun yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu.
 Kewenangan enerapan sanksi ini adalah oleh Pemerintah.



Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992
Tentang kesehatan
Bagian keempat
Pengamanan makanan dan minuman
Pasal 21
(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran,dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Pasal 21 Ayat (3) termasuk dalam sanksi Bestur Dwang
 Kewenangan penerapan sanksi itu adalah oleh Pemerintah.


Bagian Kesebelas
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Pasal 21
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari eredaran sediaan Farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar pyang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan,dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.


 Pasal 41 Ayat 3 termasuk kepada sanksi Bestur Dwang
 Kewenangan penerapan sanksinya menjadi kewenangan Pemerintah
 Identikasi norma-norma Administrasi:
Yaitu Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 81,Tambahan Lembaran NegaraNomor 2580).
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 77
Pemerintah berwenang mengambil tindakan Administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.

 Pasal 77 termasuk kepada sanksi Bestuur Dwang.
 Kewenanagn penerapan sanksi tersebut diatas adalah menjadi kewenangan Pemerintah.

Terima kasih atas waktunya untuk membaca UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI ini, dengan harapan semoga artikel UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI ini bermanfaat adanya. Dan mohon maaf jika pada artikel UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI terdapat kesalahan atau kurang memuaskan. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke Wani pada lain kesempatan

Artikel Terkait : UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI »

No comments: