Pertanian Skala Kecil

Pertanian Skala Kecil
Alasan paling mendasar atas terjadinya pemusatan penduduk dan kegiatan produksi di sector pertanian dan produksi output primer (bahan-bahan mentah) lainnya di negara-negara berkembang itu sebenarnya sederhana saja, yakni, kenyataan bahwa pada tingkat pendapatan yang rendah perioritas pertama pada setiap orang adalah pangan, pakaian dan papan. Rendahnya produktivitas pertanian tidak hanya disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dibandingkan dengan luas tanah yang tersedia, tetapi juga karena teknologi yang dipergunakan oleh sektor pertanian di negara-begara berkembang itu seringkali masih rendah atau bahkan primitif, organisasi atau pengelolanya yang buruk, dan masing sangat terbatasnya kualitas input modal fisik dan mansuia. Keterbelakangan teknologi itu sendiri disebabkan pertanian negara-negara Dunia Ketiga didominasi oleh petani-petani kecil nonkomersial. Selain itu, banyak petani di negara-negara Dunia Ketiga, khususnya di kawasan Asia dan Amerika Latin, yang tidak memiliki tanah sendiri. Mereka, hanya menyewa sebidang tanah garapan yang sempit dari para tuan tanah.

Ketergantungan pada Ekspor Primer
Pada umumnya, perekonomian negara-negara berkembang lebih banyak berorientasi ke produksi barang primer (produk-produk pertanian, bahan bakar, hasil pertyanian, hasil hutan, dan bahan-bahan mentah) daripada barang sekunder (manufaktur) dan barang terserier (jasa-jasa). Komoditi-komoditi primer tersebut andalan ekspor yang utama ke negara-negara lain (baik ke negara-negara manu maupun ke sesama negara-negara berkembang).

Sebagian besar negara-negara miskin sangat membutuhkan devisa (foreign exchange) unntuk menambah tabungan domestik dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunan yang teramat penting. Meskipun arus penanaman modal asing swasta dan bantuan luar negeri memang membantu (walaupun belakangan ini jumlahnya justru cenderung terus berkurang), ekspor berbagai macam komoditi primer itu tetap merupakan sumber devisa yang utama bagi negara-negara berkembang, lebih dari 50 persen jumlah mata uang asing yang mereka miliki diperoleh dari ekspor komoditi primer tersebut. Sialnya, banyak negara berkembang yang terlilit utang luar negeri dalam jumlah sangat besar sehingga sebagian besar devisa haisl ekspor tahun 1980-an dan 1990-an harus mereka relakan sebagai pembayaran cicilan dan bunga utang. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini, mereka mengalami arusmodal internasional yang negatif, artinya mata uang asing yang mengalir keluar ternyata lebih banyak daripada yang mengalir masuk.

Sekalipun ekspor sangat penting bagi negara-negara sedang berkembang pada umumnya namun pertumbuhan ekspor negara-negara Dunia Ketiga (tidak termasuk minya) ternyata tidak dapat mengimbangi ekspor negara-negara maju. Itulah sebabnya (walaupun dalam tahun-tahun terbaik), negara-negara berkembang pengekspor komoditi primer nonminyak mengalami kemerosotan dalam sumbangannya terhadap nilai total perdagangan dunia. Kedudukan mereka bila dibandingkan dengan nagara-negara maju semakin lama semakin rendah. Sebagai contoh, di tahun 1950, ekspor mereka hampir mencapai 33 persen dari total nilai perdagangan sedunia. Namun, sejak saat itu sumbangan mereka tersebut terus merosot hampir setiap tahunnya bahkan belakangan ini berada pada kisaran 25 persen. Bahkan, sumbangan dari negara-negara miskin terhadap nilai total perdagangan hanya sekitar 3%. Keberhasilan ekspor terbesar selama dekade 1970-an diraih oleh negara-negara anggota OPEC dan ke-Empat Macan Asia. Sedangkan, selama dekade 1980-an dan 1990-an, beberapa negara industri baru lainnya turut bergabung dalam kelompok pengekspor yang paling agresif ini.

Pasar Yang Tidak Sempurna dan Informasi Tidak Memadai
Pada dekade 1980-an dan 1990-an, hampir setiap negara berkembang, dengan kecepatan yang berbeda-beda, bergerak menuju sistem perekonomian pasar. Banyak negara melakukan hal tersebut atas anjuran Bank Dunia, yang sering menjadikannya sebagai syarat permebrian bantuan. Nampaknya telah muncul semacam konsensus bahwa peran aktif pemerintah perlu dikurangi dan pasar perlu diberi kelesuasaan lebih besar demi tumbuhnya perekonomian yang lebih sehat dan subur.

Di banyak negara berkembang, perangkat hukum/legal dan isntitusionalnya, kalau pun ada, masih sangat lemah guna mendukung beroperasionalnya makanisme pasar secara efektif dan efisien. Tanpa adanya sistem hukum yang mapan, misalya, segala kontrak dan perjanjian bisnis hanya akan tinggal di atas kertas, hak cipta hanya sekedar buah bibir, dan kurs mata uang pun bisa berubah kapan saja. Dalam situasi di mana kepastian hukum begitu minim, jelaslah bisnis takkan dapat diharapkan berkembang dengan baik. Sarana infrastruktur dan keuangan adalah masalah berikutnya. Tanpa adanya jalan-jalan raya, sistem telekomunikasi dan listrik, atau sistem perbankan yang kuat serta jamminannya dan pasar kredit formal yang melakukan skleksi dan alokasi dana-dana pinajaman berdasarkan profibilitas ekonomi relatif dan menerapkan aturan pembayaran kembali, informasi pasar yang mencukupi bagi konsumen maupun produsen mengenai harga, kuantitas, dan kualitas produk serta sumber-sumber daya seperti juga creditiortiness para peminjam potensial dan sikap atau perilaku yang dapat mendukung keberlangsungan hubungan bisnis yang baik. Ketujuh faktor tersebut, diringi oleh keberadaan sekala ekonomi di berbagai sektor-sekotor utama perekonomian, kecilnya pasar dari berbagai produk akibat terbatasnya permintaan dan sedikitnya penjual, penyebaran eksternalitas (biaya atau keuntungan yang ditimbulkan oleh perusahaan atau individu karena tidak melakukan produksi atau konsumsi) dalam produksi dan konsumsi, dan kelaziman adanya kepemilikan umum sumber-sumber daya (misalnya, laut yang mengandung ikan, tanah penggembalaan ternak, lubuk air) berarti bahwa pasar di negara-negara sedang berkembang tersebut seringkali sangat tidak sempurna. Dalam kondisi seperti ini, selain itu juga sangat terbatas dan untuk mendapatkannya diperlukan biaya yang tinggi, selain itu juga seringkali menyebabkan barang, keuangan, dan sumber-sumber daya sulit menyebar. Pada gilirannya hal ini seringkali mengakibatkan alokasi sumber data yang tidak tepat. Dengan adanya kemajuan dalam teori ekonomi, sekarang kita dapat memahami bahwa hanya dengan eksternalitas yang kecil saja dapat memahami bahwa hanya dengan perekonomian menuju jebakan keterbelakangan. Terlepas dari apakah ketidaksempurnaan pasar (imperfect market) dan ketidaklengkapan informasi (incomplete information) ini perlu diimbangi dengan peningkatan peran pemerintah, yang juga merupakan penyebab dari ketidaklengkapan dan ketidaksemprnaan informasi (akan dibahas di banyak negara berkembang dan merupakan sumber penting dari keterbelakangan mereka.

Dominasi, Ketergantungan, dan Kerapuhan dalam Hubungan Internasional
Ada satu faktor yang tdiak kentara, tetapi sangat penting, yang turut menyebabkan berlarut-larutnya keterbelakangan negara Dunia Ketiga, yakni transfer nilai-nilai sikap kelembagaan, dan stndar-standar perilaku dari negara Dunia Pertama dan Kedua ke negara-neara Dunia Ketiga. Hal tersebut meliputi transfer struktur pendidikan kurikulum, sistem sekolah yang sering tidak sesuai, pembentukan serikat buruh ala barat yang terlalu longgar dan agresif untuk ukuran Timur, pengadaan berbagai macam organisasi dan orientasi pelayanan kesehatan ala Barat yang lebih bersifat kuratif, bukannya preventif, serta transfer corak prosedur dan struktur sistem administrasi dan birokrasi pemerintahan yang kesemuanya itu sebenarnya kurang tepat atau tidak relefan dengan kebutuhan dan kepentingan negara-negara Dunia Ketiga. Faktor lain ynag tidak kalah pentingnya adalah munculnya pengaruh standar sosial dan ekonomi negara-negara maju terhadap skala gaji, gaya kehidupan elit dan sikap individualitas untuk menumpuk harta kekayaan di negara-negara berkembang. Semua itu seringkali mendorong kelas elit yang berkuasa untuk melakukan aneka tindakan korupsi dan monopoli barang-barang ekonomi bernilai tinggi, terlepas dari apakah mereke menganut sistem pasar bebas atau terpusat. Pada akhirnya penetrasi sikap-sikap, nilai-nilai, dan standar-standar khas negara kaya itu juga menyebabkan timbulnya suatu masalah yang dikenal dengan istilah “pengurasan intelektual antarnegara” (intelectual brain drain), yakni migrasi atau perpindahan tenaga-tenaga profesional dan kaum cendekiawan, di nagara-negara Dunia Ketiga ke negara-negara maju. Jadi, sementara yang melahirkan, membina, dan membiayai mereka adalah negara-negara berkembang, namun yang memetik manfaatnya justru adalah negara-negara maju. Tenaga-tenaga terdidik seperti para dokter, insinyur, ekonomi, ilmuwan, ahli komputer, hingga perawat profesional dari negara-negara Dunia Ketiga hijrah ke negara-negara Dunia Pertama untuk mencari penghidupan dan imbalan yang lebih baik.

Kesimpulan
Fenomena keterbelakangan (underdevelopment) harus ditelaah dalam konteks nasional maupun internasional. Masalah-masalah kemiskinan, produktivitas yang rendah, pertumbuhan penduduk yang berlebihan, pengangguran, ketergantungan pada ekspor komoditi primer, serta rapuhnya negara-negara berkembang di pentas internasional memiliki aspek-aspek domestik sekaligus global, baik ketika kita berbicara tentang asal mula semua masalah tersebut maupun ketika kita membahas potensi-potensi pemecahannya. Oleh karena itu, usaha-usaha penyelkesaian atas masalah keterbelakangan harus melibatkan langkah-langkah domestik sekaligus global. Segenap kekuatan ekonomi dan sosial yang melingkupi negara-negara berkembang, baik yang internal, harus sama-sama memikul tanggung jawab untuk megatasi kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan sosial tidak hanya mensyaratkan formulasi strategi yang memadai di pihak negara-negara Dunia Ketiga, tetapi juga memerlukan modifikasi sistem ekonomi internasional secara keseluruhan agar sistem tersebut lebih peka terhadap berbagai kebutuhan pembangunan negara miskin.

Meskipun gambaran kehidupan di banyak negara berkembang dalam pembahasan kita ini nampaknya begitu suran, perlu diingat bahwa banyak pula negara-negara berkembang yang telah berhasil dalam upayanya meningkatkan pendapatan nasional. Menurunkan tingkat kematian bayi, memperbaiki akses pendidikan, serta memperbesar usia harapan hidup. Sebenarnya, melalui penerapan serangkaian kebijakan ekonomi dan politik yang tepat, baik kebijakan dalam negari maupun kebijakan luar negeri, serta dengan suatu dukungan yang benar-benar positif dan efektif dari negara maju, maka negara-negara miskin tersebut akan memiliki sarana dan dukungan yang lebih memadai guna mewujudkan aspirasi-aspirasi pembangunannya
nama file di link ziddu yg banyak dicari
Terima kasih atas waktunya untuk membaca Pertanian Skala Kecil ini, dengan harapan semoga artikel Pertanian Skala Kecil ini bermanfaat adanya. Dan mohon maaf jika pada artikel Pertanian Skala Kecil terdapat kesalahan atau kurang memuaskan. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke Wani pada lain kesempatan

Artikel Terkait : Pertanian Skala Kecil » Makalah

No comments: