Sikap Anak Usia Dini

PEMBAHASAN
Sikap Anak Usia Dini


A. Sikap Anak Usia Dini
Ada usia dini, sangatlah penting, anak-anak mendapatkan pendidikan watak yang tepat guna untuk hidupnya, baik dimasa kanak-kanak maupun setelah dewasa. Orang tua dan pendidik hendaknya tidak bosan untuk selalu memberikan nasihat, teladan, ruang pilihan , kesempatan untuk mengambil keputusan, keleluasaan bagi anak-anak untuk meneladan, mengikuti dan menilai baik dan buruk, benar dan salah suatu sikap atau perbuatan.
Pembinaan watak tidak sekedar pembelajaran mengetahui tentang yang baik dan buruk, tentang sikap benar dan salah, tetapi merupakan proses pelatihan pembiasaan terus menerus tentang sikap benar dan baik, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Karena pada usia dini, anak merupakan "peniru ulung" dan sekaligus "pembelajar ulet", maka pembiasaan dan pembinaan watak perlu dumlai sejak usia dini. Ada berbagai macam cara atau pendekatan pembinaan watak pada usia dini, berikut ini saya sampaikan beberapat hal yang pokok.
Orang tua dan pendidik hendaknya telah memiliki seperangkat etika/kebiasaan baik dan benar yang ingin dimiliki oleh anak-anak, sebelum mengadakan pendidikan dan pembinaan watak kepada mereka. Watak kepribadian ayng seperti apa yang ingin dilatihkan dan dikembangkan? Bagaimana mereka berteman atau sikap social macam apa yang hendak kita bangun diantara mereka? Pengalaman dan kegiatan apa yang hendak kita berikan untuk melatih mereka agar mereka memiliki etika dan moral yang baik, sesuai dengan usianya? Selain hal-hal teknis ini, yang paling penting sebenarnya adalah nilai dan sikap moral serta etika dari orang tua dan pendidik sendiri.
Nilai moral dan etika apa yang kita miliki yang hendak kita transferkan kepada anak-anak. Ingatlah bahwa seorang pendidik (dan juga orang tua) tidak hanya bertugas untuk mentransferkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mentransferkan nilai-nilai baik kepada anak-anak.
Potret model pendampingan dari orang tua / pendidik dan nilai-nilai mereka akan menentukan tujuan pendampingan dan pengembangan watak anak-anak dan melaksanakan nilai-nilai an gdiyakini baik dan benar yang diperoleh dari orang tua dan pendidiknya terdahulu, yang kemudian menjadi nilai-nilai yang dihargai dan diyakini karena bermakna dalam hidup.
Cara yang baik untuk menolong anak-anak agar anak-anak dapat memiliki watak yang baik sesuai dengan harapan kita, antara lain adalah:
1. Sadarilah bahwa nilai-nilai merupakan dasar dari semua tingkah laku yang etis.
2. Temukan nilai-nilai yang sangat penting bagi kita dan ciptakan suatu pengalaman bagi anak untuk dapat menilai bahwa nilai-nilai itu baik dan bermakna dengan memberikan penguatan dan peneguhan jika mereka melakukannya.
3. Selalu berikan ganjaran dan dukungan secara positif kepada anak-anak jika anak-anak melakukan sesuatu berdasar nilai-nilai yang kita ajarkan.
4. Berikan kepada anak-anak waktu, perhatian dan tuntunan yang dapat dilihat untukmelaksanakan nilai-nilai yang kita ajarkan.
5. Ciptakan suatu kesempatan agar anak-anak dapat melakukan pilihan atau keputusan yang bermakna bagi diri mereka sendiri.
6. Hayatilah hidup kita sebagai rang dewasa seperti yang kita harapkan akan dihayati oleh anak-anak kita.

Seringkali karena ketidaktahuan orang tua/pendidik akan tahap-tahap perkembangan moral anak-anak, mereka mencanangkan harapan yang tidak realistic, tidak sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangannya. Menurut Lawrence Kohlberg disebutkan bahwa tahap prakonvensional terjadi pada anak-anak TK sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Pada tahap ini kesadaran moral yang muncul adalah orientasi hukuman dan ketaatan, akibat fisik yang dialami belum sampai pada arti dan nilai manusiawinya dan orientasi hedonis (mencari kenikmatan dan menghindari penderitaan) untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Pada masa ini penanaman nilai budi pekerti harus dimulai dengan latihan yang kongkrit, sederhana, mudah dilakukan dan tidak menimbulkan perasaan takut, malu, khawatir dan perasaan bersalah.
Pada tahap ini, anak-anak menuruti atau mentaati peraturan hanya karena ingin lepas dari "persoalan" dengan orang tua, sebagai pihak yang kuat dan penuh kuasa serta tahu segalanya, sedangkan anak-anak sebagai pihak yang tak berdaya dan lemah serta tidak tahu apa-apa. Motivasi mereka melakukan yang baik hanya supaya tidak terkena hukuman, supaya tidak ada persoalan dalam relasinya dengan orang tuanya.
Anak-anak usia empat sampai lima tahun tidak dapat dituntut untuk melakukan sesuatu yang diluar motivasi ini. Mereka tidak tahu alasannya apa dibuat suatu peraturan tertentu, mereka tidak tahu bahwa dalam masyarakat diperlukan seperangkat aturan untuk menjaga ketentraman dan keamanan. Mereka hanya tahu bahwa aturan dipaksakan kepada mereka oleh suatu kekuatan yang besar dari orang tua atau oleh kakaknya agar mereka tetap menjadi orang berkuasa dan kuat serta dapat mengaturnya. Anak-anak pada usia ini tidak dapat membatinkan mengenai nilai-nilai sebagai prinsip yang mendasar.
Nilai budi pekerti diterima dalam suatu mekanisme "hanya ada satu jalan". Anak-anak dikontrol dan dikendalikan oleh orang tua, adik diawasi oleh kakak, siswa dikuasai oleh guru, yang lemah dikuasai oleh yang kuat. Dalam hal ini tidak ada "memberi dan menerima".

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
 Anak yang dengan kebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
 Anak yang mengalami hendaya penglihatan (tunanetra), khususnya buta total, tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun kegiatan sehari-hari.
 Anak dengan hendaya pendengaran pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain.
 Ciri-ciri yang biasa dimiliki anak tuna rungu adalah:
• Sering tampak bengong atau melamun
• Sering bersikap tak acuh
• Kadang bersifat agresif
• Perkembangan sosialnya terbelakang
• Keseimbangannya kurang
• Kepalanya sering miring
• Sering meminta agar orang mau mengulang kalimatnya
• Jika bicara sering membuat suara-suara tertentu
• Jika bicara sering menggunakan juga tangan
• Jika bicara sering terlalu keras atau sebaliknya, sering sangat monoton, tidak tepat dan kadang-kadang menggunakan suara hidung
• Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan fungsional (tunagrahita) atau cacat grahita adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual atau IQ dan keterampilan penyesuaian di bawah rata-rata teman seusiannya.
• Anak dengan hendaya kondisi-fisik motorik atau tunadaksa. Secara media dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang, persendiran, dan saraf penggerak otot-otot tubuhnya sedemikian rupa sehingga digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada gerak anggota tubuhnya.
• Anak dengan hendaya perilaku ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment). Anak dengan hendaya perilaku semacam ini sering disebut dengan anak tunalaras.
• Anak berkesulitan belajar khusus merupakan anak yang mempunyai kesulitan belajar dalam satu atau lebih proses psikologis dasar secara spesifik (proses mengacu pada prasayarat kemampuan-kemampuan seperti: daya ingatan, persepsi pendengaran, persepsi visual, dan bahasa-ucapan), meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa secara tulisan atau lisan, kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, pengucapan kata atau penghitungan yang berkaitan dengan matematika.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini mungkin banyak ditentukan cara penyajian yang tidak tempat sasaran terhadap judul makalah diatas. Untuk itu kami mohon masukkan dan saran untuk perbaikan dalam penulisan makalah yang lebih baik nantinya.
Terima kasih atas waktunya untuk membaca Sikap Anak Usia Dini ini, dengan harapan semoga artikel Sikap Anak Usia Dini ini bermanfaat adanya. Dan mohon maaf jika pada artikel Sikap Anak Usia Dini terdapat kesalahan atau kurang memuaskan. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke Wani pada lain kesempatan

Artikel Terkait : Sikap Anak Usia Dini » Makalah pendidikan

No comments: