Sebagai seorang Muslim kita berkeyakinan bahwa apa yang sedang melanda negeri kita Indonesia adalah musibah atas kehendak-Nya, meskipun segala sesuatu yang terjadi melalui perantara fenomena alam dan ulah manusia.
Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.
Dalam beberapa tahun terakhir ini bangsa kita "dikejutkan" dengan berbagai macam musibah, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, lahar gunung berapi, kekeringan, banjir bandang, lumpur panas, angin puting beliung dan kecelakaan (kapal laut, pesawat terbang, KA, dan kendaraan darat), sampai-sampai musibah yang menimpa hampir seluruh jamaah haji kita dimana mereka kelaparan saat menunaikan ibadah haji ditanah suci.
Kenapa bangsa kita berturut-turut mengalami musibah bencana alam? Para Alim Ulama, Ustad,Kyai akan berpikir dan bertanya-tanya apa dosa dan kesalahannya sehingga harus mengalami penderitaan yang berat dan berturut-turut?
Bencana alam terjadi akibat ulah tangan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, misalnya karena perambahan hutan digunung, orang-orang membangun gedung yang tinggi menjulang tanpa memikirkan bahwa perlu adanya wilayah resapan air, akibatnya terjadilah banjir dimana air tak lagi ada tempat leluasa mengalir atau meresap.
Alquran Surat Ar-Rum Ayat 41 disebutkan: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar".
Secara tidak langsung antara lain berbuat kejahatan dan kemaksiatan (perzinaan/prostitusi, percabulan), perjudian, minum minuman keras, pencurian (korupsi). Jika perbuatan itu merajalela akan mengundang datangnya bencana.
Hadis yang diberitakan oleh Ummu Salmah, Nabi Muhammad saw bersabda: "Jika kemaksiatan yang dilakukan oleh umatku semakin jelas ( terbuka ), maka Allah swt akan menimpakan azab kepada mereka semua". Ummu Salmah bertanya: "Apakah termasuk kepada mereka yang saleh?" Nabi menjawab: "Ya, tentu".
Jadi, jika bencana alam menimpa suatu daerah, semua penduduk di daerah itu terkena musibah, tidak membedakan antara yang saleh dan yang jahat. Mengapa orang-orang yang taat kepada Tuhan juga terkena musibah? Karena di pundak orang-orang yang saleh itu terdapat kewajiban melaksanakan amar makruf nahi munkar agar penduduk di daerahnya menjauhi kejahatan dan kemaksiatan.
Menurut pandangan Islam, musibah itu bisa merupakan cobaan, peringatan, bisa pula berupa azab. Maka dari itu, marilah hendaknya kita bisa mawas diri dan merenung, adakah kaitan antara musibah tersebut dengan perilaku mereka, untuk kemudian mereka memperbaiki perilakunya.
Allah swt berfirman dalam Alquran Surat AI-Baqarah Ayat 155: "Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan (bahan makanan). Namun gembirakanlah orang-orang yang bersabar".
Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Khalik-nya dan alam syurga, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif1, harmonis, jelas dan logis. Salah satu kelebihan Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perihal perspektif Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia” demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah berfirman:
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman” (QS:Yunus 57).
Sehat menurut batasan World Health Organization adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rokhani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadi umat yang pilihan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang tergolong berisiko tinggi terhadap terjadinya bencana alam. Bencana tersebut selalu diikuti dengan pengungsian, beberapa masalahpun sering timbul di tempat - tempat pengungsian. Hal ini selalu berawal dari kurangnya air bersih dan berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang menyebabkan pengembangan beberapa jenis penyakit menular, minimnya ketersediaan obat, peralatan dan tenaga medis yang berakibat pada tidak optimalnya pelayanaan kesehatan, sampai dengan lambatnya distribusi bantuan karena beberapa faktor.
Padahal sebenarnya Indonesia telah memiliki standar minimal, untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat keragaman penanggulangan baik secara kualitas maupun kuantitasnya dan berakibat buruknya pada tingkat kesehatan pengungsi Sinabung.
Bila dikaji dari aspek peraturaupan perundangan, hal-hal tersebut di atas belumlah sejalan dengan pasal 53 UU No. 4 Th. 2007 tentang penanggulangan bencana. Yang menjamin setiap korban bencana alam, mempunyai hak untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar seperti, kebutuhan air bersih dan sanitasi ,pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan dan tempat hunian.
Pada alenia ke IV Pembukaan UUD tahun 1945 mengamanatkan bahwa, Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini diimplementasikan pada banyak peraturan perundang - undangan, untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu mewujudkan masyarakat adil dansejahtera, yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan setiap warga negaranya. Termasuk dalam penanganan korban bencana alam (UU No. 24 Th. 2007). Namun dalam penanganan bencana di Indonesia, pemerintah selalu dirasa lambat, penyelenggaraan pelayanaan kesehatan di pengungsianpun banyak menemui kendala, dan dalam pelaksanaaanya pelayanan kesehatan di pengungsian banyak yang belum memperhatikan aspek HAM di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman - pengalaman bencana sebelumnya .
Memang kita tidak boleh hanya menyalahkan peran pemerintah, karena bencana alam yang terjadi adalah tanggung jawab bersama berbagai pihak. Seluruh warga Indonesia memang wajib turut serta dalam penanganan bencana alam. Pihak swasta , LSM , dan para korban bencana memang harus bekerja sama. Disinilah seharusnya pemerintah berperan, yaitu menyelenggarakan pelayanaan kesehatan secara terkoordinir dengan lintas sektor dan program. Sehingga Penyelenggaraan pelayanaan kesehatan bagi korban bencana alam yang memenuhi standar minimal yang diharapkan pemerintah dengan memperhatikan aspek - aspek HAM dapat terwujud.
Alam Indonesia kembali meradang. Banjir bandang Wasior, tsunami di Mentawai, letusan Gunung Merapi, banjir yang mengancam Ibukota, dan beberapa kejadian di daerah lain sebelumnya, seakan menjadikan negara ini sebagai inkubator bencana. Lengkap menerjang dari belahan barat sampai ke timur, menjangkau darat, laut dan udara.
Tentu saja yang paling merasakan dampaknya adalah korban yang terkena imbas langsung di lokasi. Dampak kritis saat terjadinya bencana adalah keselamatan dan kesehatan korban. Begitupun dalam masa penanganan setelah terjadinya bencana, kesehatan korban merupakan hal prioritas.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (Kementerian Kesehatan sekarang) mencatat telah terjadi 456 kali kejadian bencana pada tahun 2008 di hampir seluruh wilayah Indonesia yang mengakibatkan krisis kesehatan. Bencana tersebut terdiri dari bencana alam seperti tanah longsor, banjir, puting beliung, bencana di bidang kecelakaan industri, ataupun konflik sosial.
Dari itu semua, bencana alam tercatat menyumbang frekuensi terbesar dengan prosentase berturut-turut: banjir (42%), tanah longsor (17%), dan angin puting beliung (14%). Tanah longsor menyumbangkan korban meninggal dunia terbesar sebanyak 103 jiwa, dan banjir memakan korban 58 jiwa. Belum lagi jumlah yang mengungsi akibat bencana tersebut. Ada lebih dari 300 ribu jiwa pengungsi banjir, 23 ribu lebih pengungsi banjir bandang, dan 10 ribu lebih pengungsi akibat gempa.
Itu data yang tercatat dua tahun lalu. Kini di tahun 2010, agaknya angka-angka itu dapat dipastikan melonjak. Dari korban tsunami di Mentawai bulan ini saja, sudah tercatat 431 jiwa (BNPB, 1/11), melewati semua korban tanah longsor yang terjadi sepanjang tahun 2008. Di samping korban jiwa, korban di pengungsian juga harus mendapat perhatian, dikarenakan rentannya kondisi mereka secara fisik sekaligus psikis.
Potensi Krisis dan Kerugian
Penyakit-penyakit yang rentan dalam keadaan bencana seperti infeksi saluran pernapasan akut, diare, gangguan kulit, ditambah dengan kualitas air bersih yang tidak memadai, udara di pengungsian yang tidak tertata, sangat mungkin menyebabkan permasalahan kesehatan jangka panjang bagi korban setelah bencana. Terlebih lagi bisa terjadi lonjakan penyakit yang spesifik di beberapa kondisi, seperti leptospirosis dalam bencana banjir. Secara psikis, gangguan mental dapat terjadi seandainya tidak ada perawatan dan pengasuhan jiwa yang memadai untuk mengobati trauma akibat shock karena menjadi korban bencana.
Disease Control Priorities Project (2007) membuat catatan bahwa kerugian kesehatan dan ekonomi yang ditimbulkan bencana alam ternyata disproporsional terjadi pada negara-negara berkembang dibandingkan negara maju, dengan jumlah lebih dari 90% bencana yang menyebabkan kematian, dan sebagian besar berimbas pada kalangan ekonomi miskin. Walaupun jumlah kerugian ekonomi dalam mata uang negara maju lebih besar, tetapi bila dihubungkan dengan gross national product, negara-negara berkembang jauh lebih rugi dibandingkan negara maju bila terkena bencana.
Dengan banyaknya kejadian bencana, maka semakin mungkin terjadi krisis kesehatan masyarakat di negara ini setiap terjadi bencana. Burkle dan Greenough (2008), peneliti Harvard Humanitarian Initiative menyatakan, bahwa faktor utama yang dapat meningkatkan, mempercepat, atau menghasilkan sebuah bencana menjadi krisis kesehatan masyarakat dalam kasus-kasus berpotensi menghasilkan cedera, kesakitan, atau kombinasi keduanya adalah sebagai berikut:
a) negara berkembang yang sistem dan infrastruktur kesehatan masyarakatnya kurang baik atau tiada sama sekali; b) ketidaksempurnaan dan ketidakmampuan kapasitas infrastruktur dan sistem kesehatan yang ada untuk merespon krisis; c) kapasitas dan kapabilitas kesehatan masyarakat yang telah hancur, atau tidak terjaga akibat dari bencana itu sendiri; d) bencana yang terjadi menyebar dalam area geografis yang luas; e) bencana terjadi dalam waktu yang lama; dan f) lingkungan dan ekologi yang rusak, atau lingkungan yang berubah menjadi lebih buruk akibat bencana
Kondisi Indonesia dengan bencana alam yang terjadi belakangan nampaknya memiliki banyak kesamaan dengan karakterisktik tersebut. Pemerintah beserta instrumen terkait seharusnya memerhatikan hal ini dengan lebih lanjut. Toh, peristiwa bencana ini bukan baru terjadi satu-dua tahun belakangan ini. Dan, bencana yang terjadi pun sebenarnya memiliki karakteristik yang tidak acak.
Gempa bumi dan fenomena erupsi vulkanis misalnya, akan berlangsung di sepanjang garis antara dua lempeng tektonik pada dasar bumi atau laut. Pantauan terhadap aktivitas Merapi pun sebenarnya sudah dilakukan jauh hari. Wilayah yang terkena banjir musiman, kekeringan, atau badai tropikal juga dapat diketahui apabila diamati dengan baik. Banjir bandang di Wasior dan yang mengancam Jakarta, juga sudah pernah terjadi sebelumnya.
Penanggulangan
Instrumen penanggulangan bencana bidang kesehatan yang saat ini sudah terdapat dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, dan pedoman-pedoman yang dikeluarkan kementerian, hendaknya tidak sekedar menjadi instrumen sesaat saja saat jika terjadi bencana. Kalau demikian, penanganan yang terjadi hanya bersifat tambal-sulam, kurang antisipatif, dan sporadis.
Penanggulangan kesehatan masyarakat akibat bencana, dan bencana itu sendiri secara umum, harus ditangani dengan pendekatan yang berkesinambungan dan komprehensif. Berkesinambungan dalam arti dimulai sejak sebelum terjadinya bencana dengan sistem peringatan dini yang baik dan akurat sampai dengan penanganan pascabencana dengan rekonstruksi fasilitas dan pelayanan kesehatan. Komprehensif meliputi berbagai aspek fisik, mental, sosial, dan ekonomi, sebagaimana definisi “sehat” yang tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Terakhir, penulis merekomendasikan program-program bagi masyarakat di kawasan rentan agar siaga terhadap kemungkinan bencana (disaster awareness). Program pencerdasan dilakukan dengan pendekatan geografis lokal, seperti waspada tsunami dan gempa untuk daerah kepulauan dan pesisir pantai, gunung meletus untuk daerah yang berada di jalur gunung api, banjir untuk daerah dataran rendah, dan sebagainya.
Hal tersebut Ini bisa difasilitasi dengan pembuatan diagram dan skenario bila terjadi bencana, memasukkannya dalam kurikulum di lembaga pendidikan setempat, pembentukan komunitas siaga bencana, sampai dengan penyiapan infrastrukturnya seperti tanda dan arah jalur evakuasi. Sehingga setiap orang memiliki karakteristik siaga bencana yang melekat. Ini semua dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi risiko krisis kesehatan masyarakat yang terjadi dalam kondisi bencana.
Baca Lanjutan : Pandangan islam terhadap pelayanan kesehatan pada korban bencana alamP»»
Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.
Dalam beberapa tahun terakhir ini bangsa kita "dikejutkan" dengan berbagai macam musibah, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, lahar gunung berapi, kekeringan, banjir bandang, lumpur panas, angin puting beliung dan kecelakaan (kapal laut, pesawat terbang, KA, dan kendaraan darat), sampai-sampai musibah yang menimpa hampir seluruh jamaah haji kita dimana mereka kelaparan saat menunaikan ibadah haji ditanah suci.
Kenapa bangsa kita berturut-turut mengalami musibah bencana alam? Para Alim Ulama, Ustad,Kyai akan berpikir dan bertanya-tanya apa dosa dan kesalahannya sehingga harus mengalami penderitaan yang berat dan berturut-turut?
Bencana alam terjadi akibat ulah tangan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, misalnya karena perambahan hutan digunung, orang-orang membangun gedung yang tinggi menjulang tanpa memikirkan bahwa perlu adanya wilayah resapan air, akibatnya terjadilah banjir dimana air tak lagi ada tempat leluasa mengalir atau meresap.
Alquran Surat Ar-Rum Ayat 41 disebutkan: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar".
Secara tidak langsung antara lain berbuat kejahatan dan kemaksiatan (perzinaan/prostitusi, percabulan), perjudian, minum minuman keras, pencurian (korupsi). Jika perbuatan itu merajalela akan mengundang datangnya bencana.
Hadis yang diberitakan oleh Ummu Salmah, Nabi Muhammad saw bersabda: "Jika kemaksiatan yang dilakukan oleh umatku semakin jelas ( terbuka ), maka Allah swt akan menimpakan azab kepada mereka semua". Ummu Salmah bertanya: "Apakah termasuk kepada mereka yang saleh?" Nabi menjawab: "Ya, tentu".
Jadi, jika bencana alam menimpa suatu daerah, semua penduduk di daerah itu terkena musibah, tidak membedakan antara yang saleh dan yang jahat. Mengapa orang-orang yang taat kepada Tuhan juga terkena musibah? Karena di pundak orang-orang yang saleh itu terdapat kewajiban melaksanakan amar makruf nahi munkar agar penduduk di daerahnya menjauhi kejahatan dan kemaksiatan.
Menurut pandangan Islam, musibah itu bisa merupakan cobaan, peringatan, bisa pula berupa azab. Maka dari itu, marilah hendaknya kita bisa mawas diri dan merenung, adakah kaitan antara musibah tersebut dengan perilaku mereka, untuk kemudian mereka memperbaiki perilakunya.
Allah swt berfirman dalam Alquran Surat AI-Baqarah Ayat 155: "Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan (bahan makanan). Namun gembirakanlah orang-orang yang bersabar".
Islam memiliki perbedaan yang nyata dengan agama-agama lain di muka bumi ini. Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Khalik-nya dan alam syurga, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif1, harmonis, jelas dan logis. Salah satu kelebihan Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perihal perspektif Islam dalam mengajarkan kesehatan bagi individu maupun masyarakat.
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia” demikian sabda Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah berfirman:
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman” (QS:Yunus 57).
Sehat menurut batasan World Health Organization adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rokhani, dan sosial sehingga umat manusia mampu menjadi umat yang pilihan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang tergolong berisiko tinggi terhadap terjadinya bencana alam. Bencana tersebut selalu diikuti dengan pengungsian, beberapa masalahpun sering timbul di tempat - tempat pengungsian. Hal ini selalu berawal dari kurangnya air bersih dan berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang menyebabkan pengembangan beberapa jenis penyakit menular, minimnya ketersediaan obat, peralatan dan tenaga medis yang berakibat pada tidak optimalnya pelayanaan kesehatan, sampai dengan lambatnya distribusi bantuan karena beberapa faktor.
Padahal sebenarnya Indonesia telah memiliki standar minimal, untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat keragaman penanggulangan baik secara kualitas maupun kuantitasnya dan berakibat buruknya pada tingkat kesehatan pengungsi Sinabung.
Bila dikaji dari aspek peraturaupan perundangan, hal-hal tersebut di atas belumlah sejalan dengan pasal 53 UU No. 4 Th. 2007 tentang penanggulangan bencana. Yang menjamin setiap korban bencana alam, mempunyai hak untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar seperti, kebutuhan air bersih dan sanitasi ,pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan dan tempat hunian.
Pada alenia ke IV Pembukaan UUD tahun 1945 mengamanatkan bahwa, Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini diimplementasikan pada banyak peraturan perundang - undangan, untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu mewujudkan masyarakat adil dansejahtera, yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan setiap warga negaranya. Termasuk dalam penanganan korban bencana alam (UU No. 24 Th. 2007). Namun dalam penanganan bencana di Indonesia, pemerintah selalu dirasa lambat, penyelenggaraan pelayanaan kesehatan di pengungsianpun banyak menemui kendala, dan dalam pelaksanaaanya pelayanan kesehatan di pengungsian banyak yang belum memperhatikan aspek HAM di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman - pengalaman bencana sebelumnya .
Memang kita tidak boleh hanya menyalahkan peran pemerintah, karena bencana alam yang terjadi adalah tanggung jawab bersama berbagai pihak. Seluruh warga Indonesia memang wajib turut serta dalam penanganan bencana alam. Pihak swasta , LSM , dan para korban bencana memang harus bekerja sama. Disinilah seharusnya pemerintah berperan, yaitu menyelenggarakan pelayanaan kesehatan secara terkoordinir dengan lintas sektor dan program. Sehingga Penyelenggaraan pelayanaan kesehatan bagi korban bencana alam yang memenuhi standar minimal yang diharapkan pemerintah dengan memperhatikan aspek - aspek HAM dapat terwujud.
Alam Indonesia kembali meradang. Banjir bandang Wasior, tsunami di Mentawai, letusan Gunung Merapi, banjir yang mengancam Ibukota, dan beberapa kejadian di daerah lain sebelumnya, seakan menjadikan negara ini sebagai inkubator bencana. Lengkap menerjang dari belahan barat sampai ke timur, menjangkau darat, laut dan udara.
Tentu saja yang paling merasakan dampaknya adalah korban yang terkena imbas langsung di lokasi. Dampak kritis saat terjadinya bencana adalah keselamatan dan kesehatan korban. Begitupun dalam masa penanganan setelah terjadinya bencana, kesehatan korban merupakan hal prioritas.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan (Kementerian Kesehatan sekarang) mencatat telah terjadi 456 kali kejadian bencana pada tahun 2008 di hampir seluruh wilayah Indonesia yang mengakibatkan krisis kesehatan. Bencana tersebut terdiri dari bencana alam seperti tanah longsor, banjir, puting beliung, bencana di bidang kecelakaan industri, ataupun konflik sosial.
Dari itu semua, bencana alam tercatat menyumbang frekuensi terbesar dengan prosentase berturut-turut: banjir (42%), tanah longsor (17%), dan angin puting beliung (14%). Tanah longsor menyumbangkan korban meninggal dunia terbesar sebanyak 103 jiwa, dan banjir memakan korban 58 jiwa. Belum lagi jumlah yang mengungsi akibat bencana tersebut. Ada lebih dari 300 ribu jiwa pengungsi banjir, 23 ribu lebih pengungsi banjir bandang, dan 10 ribu lebih pengungsi akibat gempa.
Itu data yang tercatat dua tahun lalu. Kini di tahun 2010, agaknya angka-angka itu dapat dipastikan melonjak. Dari korban tsunami di Mentawai bulan ini saja, sudah tercatat 431 jiwa (BNPB, 1/11), melewati semua korban tanah longsor yang terjadi sepanjang tahun 2008. Di samping korban jiwa, korban di pengungsian juga harus mendapat perhatian, dikarenakan rentannya kondisi mereka secara fisik sekaligus psikis.
Potensi Krisis dan Kerugian
Penyakit-penyakit yang rentan dalam keadaan bencana seperti infeksi saluran pernapasan akut, diare, gangguan kulit, ditambah dengan kualitas air bersih yang tidak memadai, udara di pengungsian yang tidak tertata, sangat mungkin menyebabkan permasalahan kesehatan jangka panjang bagi korban setelah bencana. Terlebih lagi bisa terjadi lonjakan penyakit yang spesifik di beberapa kondisi, seperti leptospirosis dalam bencana banjir. Secara psikis, gangguan mental dapat terjadi seandainya tidak ada perawatan dan pengasuhan jiwa yang memadai untuk mengobati trauma akibat shock karena menjadi korban bencana.
Disease Control Priorities Project (2007) membuat catatan bahwa kerugian kesehatan dan ekonomi yang ditimbulkan bencana alam ternyata disproporsional terjadi pada negara-negara berkembang dibandingkan negara maju, dengan jumlah lebih dari 90% bencana yang menyebabkan kematian, dan sebagian besar berimbas pada kalangan ekonomi miskin. Walaupun jumlah kerugian ekonomi dalam mata uang negara maju lebih besar, tetapi bila dihubungkan dengan gross national product, negara-negara berkembang jauh lebih rugi dibandingkan negara maju bila terkena bencana.
Dengan banyaknya kejadian bencana, maka semakin mungkin terjadi krisis kesehatan masyarakat di negara ini setiap terjadi bencana. Burkle dan Greenough (2008), peneliti Harvard Humanitarian Initiative menyatakan, bahwa faktor utama yang dapat meningkatkan, mempercepat, atau menghasilkan sebuah bencana menjadi krisis kesehatan masyarakat dalam kasus-kasus berpotensi menghasilkan cedera, kesakitan, atau kombinasi keduanya adalah sebagai berikut:
a) negara berkembang yang sistem dan infrastruktur kesehatan masyarakatnya kurang baik atau tiada sama sekali; b) ketidaksempurnaan dan ketidakmampuan kapasitas infrastruktur dan sistem kesehatan yang ada untuk merespon krisis; c) kapasitas dan kapabilitas kesehatan masyarakat yang telah hancur, atau tidak terjaga akibat dari bencana itu sendiri; d) bencana yang terjadi menyebar dalam area geografis yang luas; e) bencana terjadi dalam waktu yang lama; dan f) lingkungan dan ekologi yang rusak, atau lingkungan yang berubah menjadi lebih buruk akibat bencana
Kondisi Indonesia dengan bencana alam yang terjadi belakangan nampaknya memiliki banyak kesamaan dengan karakterisktik tersebut. Pemerintah beserta instrumen terkait seharusnya memerhatikan hal ini dengan lebih lanjut. Toh, peristiwa bencana ini bukan baru terjadi satu-dua tahun belakangan ini. Dan, bencana yang terjadi pun sebenarnya memiliki karakteristik yang tidak acak.
Gempa bumi dan fenomena erupsi vulkanis misalnya, akan berlangsung di sepanjang garis antara dua lempeng tektonik pada dasar bumi atau laut. Pantauan terhadap aktivitas Merapi pun sebenarnya sudah dilakukan jauh hari. Wilayah yang terkena banjir musiman, kekeringan, atau badai tropikal juga dapat diketahui apabila diamati dengan baik. Banjir bandang di Wasior dan yang mengancam Jakarta, juga sudah pernah terjadi sebelumnya.
Penanggulangan
Instrumen penanggulangan bencana bidang kesehatan yang saat ini sudah terdapat dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, dan pedoman-pedoman yang dikeluarkan kementerian, hendaknya tidak sekedar menjadi instrumen sesaat saja saat jika terjadi bencana. Kalau demikian, penanganan yang terjadi hanya bersifat tambal-sulam, kurang antisipatif, dan sporadis.
Penanggulangan kesehatan masyarakat akibat bencana, dan bencana itu sendiri secara umum, harus ditangani dengan pendekatan yang berkesinambungan dan komprehensif. Berkesinambungan dalam arti dimulai sejak sebelum terjadinya bencana dengan sistem peringatan dini yang baik dan akurat sampai dengan penanganan pascabencana dengan rekonstruksi fasilitas dan pelayanan kesehatan. Komprehensif meliputi berbagai aspek fisik, mental, sosial, dan ekonomi, sebagaimana definisi “sehat” yang tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Terakhir, penulis merekomendasikan program-program bagi masyarakat di kawasan rentan agar siaga terhadap kemungkinan bencana (disaster awareness). Program pencerdasan dilakukan dengan pendekatan geografis lokal, seperti waspada tsunami dan gempa untuk daerah kepulauan dan pesisir pantai, gunung meletus untuk daerah yang berada di jalur gunung api, banjir untuk daerah dataran rendah, dan sebagainya.
Hal tersebut Ini bisa difasilitasi dengan pembuatan diagram dan skenario bila terjadi bencana, memasukkannya dalam kurikulum di lembaga pendidikan setempat, pembentukan komunitas siaga bencana, sampai dengan penyiapan infrastrukturnya seperti tanda dan arah jalur evakuasi. Sehingga setiap orang memiliki karakteristik siaga bencana yang melekat. Ini semua dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi risiko krisis kesehatan masyarakat yang terjadi dalam kondisi bencana.